Minggu, 22 April 2012

Parasitologi, Trematoda Darah




 TREMATODA  DARAH




1.      Schistosoma Japonicum
a.       Hospes
Hospesnya adalah manusia dan berbagai macam binatang seperti anjing, kucing, rusa, tikus sawah (rattus), sapi, babi rusa, dan lain-lain.

b.      Penyakit
Schistosomiasis japonica adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi salah satu species cacing trematoda darah yang disebut Schistosoma japonicum. Penyakit ini hanya terdapat di daerah-daerah Timur, yaitu di Jepang, Cina, Taiwan. Pilipina, Thailand, Laos, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia penyakit ini telah ditemukan sejak tahun 1937 yaitu di daerah danau Lindu, Sulawesi Tengah. Pada tahun 1972 telah ditemukan daerah endemik baru, yaitu di lembah Napu, yang terletak ± 50 km di sebelah tenggara danau Lindu

c.       Distribusi Geografik
       Cacing ini ditemukan di RRC, Jepang, Filipina, Taiwan, Muangthai, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Di Indonesia hanya ditemukan di Sulawesi Tengah yaitu daerah danau Lindu, dan Lembah Napu.

d.      Morfologi
        S. japonicum berwarna kuning atau kuning-coklat. Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,5 cm dan yang betina kira-kira 1,9 cm. Dengan elektron mikroskop tidak ada duri pada permukaan dorsal cacing jantan. Banyak duri menutupi permukaan bagian dalam pengisap oral. Pengisap ventral memiliki banyak duri yang lebih kecil daripada di pengisap oral. Cacing betina memiliki duri lebih sedikit daripada di pengisap oral, pengisap ventral, dan kanal gynecophoric dari cacing jantan. hidupnya di vena mesenterika superior. Telur ditemukan di dinding usus halus dan juga di alat-alat dalam seperti hati, paru, dan otak.
d.          Daur hidup
 



Siklus hidup Schistosoma japonicum dan Schistosoma mansoni sangat mirip. Secara singkat, telur dari parasit dilepaskan dalam tinja dan jika mengalami kontak dengan air mereka menetas menjadi larva yang berenang bebas, yang disebut miracidia . Larva kemudian harus menginfeksi keong dari genus Oncomelania seperti jenis lindoensis Oncomelania dalam satu atau dua hari. Di dalam keong, larva mengalami reproduksi aseksual melalui serangkaian tahapan yang disebut sporocysts. Setelah tahap reproduksi aseksual, cercaria  yang dihasilkan dalam jumlah besar, yang kemudian meninggalkan keong dan harus menginfeksi inang vertebrata yang cocok. Setelah cercaria menembus kulit tuan rumah kehilangan ekornya dan menjadi sebuah schistosomule, Cacing kemudian bermigrasi melalui sirkulasi, berakhir di pembuluh darah mesenterika dimana mereka kawin dan mulai bertelur. Setiap pasangan desposits sekitar 1500 - 3500 telur per hari dalam dinding usus. Telur menyusup melalui jaringan dan terdapat dalam tinja.

e.       Patologi dan Gejala Klinis
        Kelainan tergantung dari beratnya infeksi. Kelainan yang ditemukan pada stadium I adalah gatal-gatal (uritikaria). Gejala intoksikasi disertai demam hepatomegali dan eosinofilia  tinggi. Pada stadium II ditemukan pula sindrom disentri. Pada stadium III atau stadium menahun ditemukan sirosis hati dna splenomegali; biasanya penderita menjadi lemah (emasiasi). Mungkin terdapat gejala saraf, gejala paru dan lain-lain.

f.       Diagnosis
       Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixation test), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linked immuno sorbent assay).


g.      Epidemiologi
       Di Indonesia penyakit ini ditemukan endemi di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di daerah danau Lindu dan lembah Napu. Di daerah danau Lindu penyakit ini ditemukan pada tahun 1937 dan di lembah Napu pada tahun 1972.
         Sebagai sumber infeksi, selain manusia ditemukan pula hewan-hewan lain sebagai hospes reservoar; yang terpenting adalah berbagai spesies tikus sawah (rattus). Selain itu rusa hutan, babi hutan, sapi, dan anjing dilaporkan juga mengandung cacing ini.
        Hospes perantaranya, yaitu keong air Oncomelania hupensis Lindoensis baru ditemukan pada tahun 1971 (Carney dkk, 1973). Habitat keong di daerah danau Lindu ada 2 macam, yaitu:
1.    Fokus di daerah yang digarap seperti ladang, sawah yang tidak dipakai lagi, atau di pinggir parit di antara sawah.
2.    Fokus di daerah hutan di perbatasan bukit dan dataran rendah.
  Cara penanggulangan skistomiasis di Sulawesi Tengah, yang sudah diterapkan sejak tahun 1982 adalah pengobatan masal dengan prazikuantel yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan melalui Subdirektorat Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Subdit, P2M dan PLP) dengan hasil cukup baik. Prevalensi dari kira-kira 37% turun menjadi kira-kira 1,5% setelah pengobatan.
 h.             Pencegahan
 Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara-cara penularan dan cara pemberantasan penyakit ini.
      Buang air besar dam buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing tidak mencapai badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang antara. Pengawasan terhadap hewan yang terinfeksi S. japonicum perlu dilakukan tetapi biasanya tidak praktis.
      Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan membersihkan badan-badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan mengalirkan air.
      Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida (biaya yang tersedia mungkin terbatas untuk penggunaan moluskisida ini).
      Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan sepatu bot karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit yang basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan handuk. Bisa juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh serkaria.
      Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil dari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh serkariannya.
      Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah penyakit berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur oleh cacing.
      Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko penularan dan cara pencegahan

i.               Pengobatan
-                 Obat Niridazol (1-Nitro-2, thiazoyl-2 imidazolidnone) (Ambilhar, Ciba-32, 644, Ba)
Niridazol agak lambat diserap dari traktus intestinalis dan diuraikan di dalam hati menjadi metabolit yang tidak toksik. Pengobatan infeksi S.japonicum dengan Niridazol telah dilakukan di Jepang, Filipina, dan Indonesia. Dosis yang dipakai adalah 25 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari berturut-turut dan mendapatkan hasil 20% masih positif 2 bulan setelah pengobatan, 13% masih positif 6 bulan setelah pengobatan 21,8% positif 11 bulan setelah pengobatan. Efek samping yang pernah dilaporkan adalah keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, tidak nafsu makan dan diare.

-                 Obat Prazikuantel (Embay® 8440; Droncit®, Biltricide®) Bayer, A.G. dan Merck Darmstadt
Di Indonesia prazikuantel dipakai untuk pertama kali sebagai pengobatan percobaan pada infeksi S.japonicum (Joesoef dkk, 1980). Dosis yang dipakai adalah 35 mg per kg berat badan, diberikan 2 kali dalam satu hari sehingga dosis total adalah 70 mg/kg berat badan per hari. Efek samping adalah mual (3,7%), pusing (6,1%), demam (2,4%) dan disentri (1,8%).
Dari hasil pengobatan yang diuraikan diatas ternyata obat ini cukup baik dengan hasil penyembuhan cukup besar serta efek samping dapat dikatakan ringan, sehingga prospek obat ini cukup baik untuk dipakai dalam pengobatan masal sebagai obat anti Schistosoma di daerah Danau Lindu dan Napu, Sulawesi Tengah.



2.      Schistosoma Mansoni
a.         Hospes
                        Hospes definitif adalah manusia dan kera baboon di Afrika
                                                                               
b.        Penyakit
            Pada manusia cacing ini menyebabkan skistosomiasis usus.

c.         Distribusi Geografik
                        Cacing ini ditemukan di Afrika, berbagai negara Arab (Mesir), Amerika Selatan dan Tengah.

d.        Morfologi
            Schistosomes, tidak seperti trematoda lainnya, cacing panjang dan langsing. Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1 cm. Pada badan cacing jantan S.mansoni terdapat tonjolan lebih kasar bila dibandingkan dengan S. Haematobium dan S.japonicum. Warnanya putih, dan memiliki pengisap oral berbentuk corong pada akhir anterior. The external part of the worm is composed of a double bilayer, which is continually renewed as the outer layer, known as the membranocalyx, is shed continuously. [ 2 ] The tegument bears a large number of small tubercules. Alat kelamin laki-laki terdiri dari 6 sampai 9 massa testis, terletak pada bagian punggung. There is one deferent canal beginning at each testicle which is connected to a single deferent that dilates into a reservatory, the seminal vesicle, located at the beginning of the gynacophoric canal. The female has a cylindrical body, longer and thinner than the male (1.2 to 1.6 cm long by 0.016 cm wid betina ukurannya  kira-kira 1,4 cm, betina memiliki tubuh silinder, lebih panjang dan lebih tipis dibandingkan laki-laki. The female parasite is darker, and it looks gray. Parasit perempuan lebih gelap, dan tampak abu-abu. The darker color is due to the presence of a pigment ( hemozoin ) in its digestive tube. Warna gelap ini disebabkan oleh adanya pigmen ( hemozoin ) dalam tabung pencernaannya. This pigment is derived from the digestion of blood. pigmen ini berasal dari pencernaan darah. The ovary is elongated and slightly lobulated and is located on the anterior half of the body.. In this tube it is possible to find 1 to 2 eggs (rarely 3 to 4) but only 1 egg is observed in the ootype at any one time. Dalam tabung rahim  kemungkinan ditemukan 1 hingga 2 telur (jarang 3 sampai 4), namun hanya 1 telur yang diamati dalam ootype pada satu waktu. The genital pore opens ventrally. Pori-pori terbuka kelamin bagian perut. The posterior two-thirds of the body contain the vittelogenic glands and their winding canal, which unites with the oviduct a little before it reaches the ootype. Dua pertiga posterior tubuh berisi kelenjar vittelogenic dan kanal mereka berkelok-kelok, The digestive tube begins at the anterior extremity of the worm, at the bottom of the oral sucker. Tabung pencernaan dimulai pada ujung anterior cacing, di bagian bawah pengisap oral. The digestive tube is composed of an esophagus which divides in two branches (right and left) and that reunite in a single cecum . Tabung pencernaan terdiri dari kerongkongan yang membagi dalam dua cabang (kanan dan kiri) dan yang menyatukan kembali dalam satu sekum . The intestines end blindly, meaning that there is no anus . Akhir usus tidak ada anus.

e.       Daur hidup

     Setelah telur dari parasit yang ada pada manusia dipancarkan di dalam kotoran dan masuk ke air, mirasidium menetas keluar dari telur. The hatching happens in response to temperature, light and dilution of faeces with water. penetasan ini terjadi sebagai respon terhadap suhu, cahaya dan cairan tinja dengan air. From a single miracidium result a few thousand cercaria, every one of which is capable of infecting man. Dari mirasidium tunggal berkembang menjadi cercaria, The cercaria emerge from the snail during daylight and they propel themselves in water with the aid of their bifurcated tail, actively seeking out their final host. cercaria ini muncul dari siput pada siang hari dan berenang  dalam air dengan bantuan ekor bercabang mereka, secara aktif mereka mencari tuan rumah terakhir mereka. When they recognise human skin , they penetrate it within a very short time. Ketika mereka mengenali kulit manusia, mereka menembus itu dalam waktu yang sangat singkat. This occurs in three stages, an initial attachment to the skin, followed by the cercaria creeping over the skin searching for a suitable penetration site, often a hair follicle , and finally penetration of the skin into the epidermis using proteolytic secretions from the cercarial post-acetabular, then pre-acetabular glands . Hal ini terjadi dalam tiga tahap, lampiran awal untuk kulit, diikuti oleh cercaria merayapi kulit mencari situs yang cocok dan akhirnya penetrasi ke dalam kulit epidermis menggunakan proteolitik sekresi dari cercarial pasca- acetabular, kemudian pra-acetabular kelenjar . On penetration, the head of the cercaria transforms into an endoparasitic larva , the schistosomule. Pada penetrasi, kepala cercaria yang berubah menjadi sebuah endoparasitic larva , (schistosomule). Each schistosomule spends a few days in the skin and then enters the circulation starting at the dermal lymphatics and venules . Setiap schistosomule menghabiskan beberapa hari di kulit dan kemudian memasuki sirkulasi dimulai pada dermal limfatik dan venula . Here they feed on blood, regurgitating the haem as hemozoin . [ 8 ] The schistosomule migrates to the lungs (5–7 days post-penetration) and then moves via circulation through the left side of the heart to the hepatoportal circulation (>15 days) where, if it meets a partner of the opposite sex, it develops into a sexually mature adult and the pair migrate to the mesenteric veins. [ 9 ] Such pairings are monogamous . [ 10 ] Di sini mereka memakan darah. schistosomule ini berpindah ke paru-paru (5-7 hari pasca-penetrasi) dan kemudian bergerak melalui sirkulasi melalui sisi kiri jantung ke sirkulasi hepatoportal (> 15 hari ) di mana, jika memenuhi pasangan lawan jenis, itu berkembang menjadi dewasa dan pasangan bermigrasi ke vena mesenterika. schistosomes jantan mengalami pematangan yang normal dan perkembangan morfologi dengan adanya atau tidak adanya perempuan. On the other hand, female schistosomes do not mature without a male. Di sisi lain, schistosomes betinatidak matang tanpa jantan. Females schistosomes from single-sex infections are underdeveloped and exhibit an immature reproductive system. Schistosomes betina dari infeksi seks-tunggal kurang berkembang dan menunjukkan sistem reproduksi yang belum matang. Although the maturation of the female worm seems to be dependent on the presence of the mature male, the stimuli for female growth and for reproductive development seem to be independent from each other. Meskipun pematangan dari cacing betina tampaknya tergantung pada kehadiran jantan dewasa, rangsangan untuk pertumbuhan betina dan untuk pengembangan reproduksi tampaknya independen satu sama lain. The adult female worm resides within the adult male worm's gynaecophoric canal, which is a modification of the ventral surface of the male forming a groove.
     Cacing betina dewasa berada di dalam kanal gynaecophoric cacing jantan dewasa, yang merupakan modifikasi dari permukaan ventral jantan membentuk alur. The paired worms move against the flow of blood to their final niche in the mesenteric circulation where they begin egg production (>32 days). Langkah cacing dipasangkan melawan aliran darah ke ceruk terakhir mereka dalam sirkulasi mesenterika mana mereka mulai produksi telur (> 32 hari). The S. S. mansoni parasites are found predominantly in the small inferior mesenteric blood vessels surrounding the large intestine and caecal region of the host. mansoni ditemukan terutama di pembuluh darah kecil mesenterika rendah di sekitar daerah usus dan sekum besar dari tuan rumah. Each female lays approximately 300 eggs a day (one egg every 4.8 minutes), which are deposited on the endothelial lining of the venous capillary walls. [ 11 ] Most of the body mass of female schistosomes is devoted to the reproductive system. Setiap betina meletakkan telur sekitar 300 hari (satu telur setiap 4,8 menit), yang disimpan pada endotel lapisan vena kapiler dinding. [11] Sebagian besar massa tubuh schistosomes perempuan dikhususkan untuk sistem reproduksi. The female converts the equivalent of almost her own body dry weight into eggs each day. The eggs move into the lumen of the host's intestines and are released into the environment with the faeces. Telur pindah ke lumen dari inang usus dan dilepaskan ke lingkungan dengan tinja.


f.       Patologi dan Gejala Klinis
         Kelainan dan gejala yang ditimbulkannya kira-kira sama seperti pada S. Japonicum, akan tetapi lebih ringan.
                 Pada penyakit ini splenomegali dilaporkan dapat menjadi beray sekali.

g.      Diagnosis, Pengobatan, Prognosis, dan Epidemiologi
                 Sama seperti pada S. Japonicum.
h.        Pencegahan
Menghindari kontak langsung dengan air yang terkontaminasi oleh larva cacing, terapi untuk penderita, pengendalian hospes perantara,, dan perbaikan sanitasi.

i.          Pengobatan
-            Emetin (Tartras emetikus)
Pada tahun 1918 Chistopherson mengobati penyakit kala azar dengan tartars emetikus. Tartars emetikus atau antimon kalium tartrat dapat dikatakan sebagai obat schistosomisida yang cukup efektif, akan tetapi mempunyai efek amping yang agak  berat, antara lain: mual, muntah, batuk, pusing, sakit kepala, nyeri pada tubuh, miokarditis yang tampak pada EKG, bradi atau takikardia, syok dan kadang-kadang mati mendadak.

-            Fuadin Stibofen, Reprodal, Neo-antimosan (Antimony-bispyrocatechin-disulfonic-Na Compound)
Obat ini pertama kali diperkenalkan di Mesir pada tahun 1929. Obat ini merupakan trivalent antimony salt yang dapat disuntikkan secara intramuscular sebagai larutan 7%. Efek sampingnya adalah syok, neuritis retrobulbar, skotoma sentralis dan buta warna. Sering pula dilaporkan efek samping muntah-muntah, tidak nafsu makan, nyeri tubuh, sakit kepala, reaksi alergi, syok dan anuria. Hasil penyembuhan adalah 40-47%.

3.      Schistosoma Haematobium

a.       Hospes
Hospes definitif adalah manusia. Baboon dan kera lain dilaporkan sebagai hospes reservoar.

b.      Penyakit
Cacing ini menyebabkan skistosomiasis kandung kemih.

c.       Distribusi Geografik
            Cacing ini ditemukan di Afrika, Spanyol, dan berbagai negara Arab (Timur Tengah, Lembah Nil); tidak ditemukan di Indonesia.

d.      Morfologi
            Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,3 cm dan yang betina kira-kira 2,0 cm. Hidupnya di vena panggul kecil, terutama di vena kandung kemih. Telur ditemukan di urin dan alat-alat dalam lainnya, juga di alat kelamin dan rektum

     e.   Daur hidup
Cacing dewasa berada dalam vena kandung kemih. Telur dikeluarkan bersama urin dan tinja. Telur dalam air menetas menjadi mirasidium. Mirasidium masuk ke dalam tubuh keong (hospes perantara). Mirasidium berkembang menjadi serkaria. Serkaria menginfeksi manusia dalam air . serkaria menjadi skistosomula. Kemudian menjadi cacing dewasa dalam hati.
 
f.       Patologi dan Gejala Klinis
           Kelamin terutama ditemukan pada dinding kandung kemih. Gejala yang ditemukan adalah hematuria dan disuria bila terjadi sistitis. Sindroma disentri ditemukan bila terjadi kelainan di rekrum.

g.        Pencegahan
Pengendalian efektif yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pendidikan masyarakat yang disertai perbaikan sanitasi untuk mencegah ekskreta yang mencemari persediaan air bersih atau dengan memperbaiki tata cara penyediaan air bersih untuk keperluan sehar-hari.

h.        Pengobatan
-                 Astiban TW 56 (Stibocaptate atau antimony-dimercaptosuccinate, garam Na dan K)
Obat ini diperkenalkan pada tahun 1954 oleh Friedheim dkk., dengan angka penyembuhan pada infeksi S.haematobium yang hampir mencapai 100%. Astiban diberikan secara intramuscular dalam bentuk larutan 10%. Dosis tergantung dari beberapa faktor seperti: umur, keadaan umum penderita, spesies parasit, pengobatan perorangan atau masal dan pengobatan radikal atau supresif.
Dosis total untuk dewasa adalah 30-50 mg/kg berat badan, dengan dosis maksimum 2,5 gram. Dosis total ini harus dibagi dalam 5 kali suntikan. Pada anak-anak dengan berat badan kurang dari 20 kg, dosis total adalah 40-60 mg/kg berat badan. Efek samping hampir sama dengan obat antimon lainnya, akan tetapi lebih ringan seperti pada pengobatan dengan tartras emetikus.

Daftar Pustaka
·         www.wikipedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar